Aku sudah lelah berkelana, aku sudah lelah berlabuh di dermaga yang salah. Aku akan selalu mengencangkan genggaman untukmu sekarang dan yang akan datang. Di dirimu kutemukan cinta yang tak biasa, dan cinta yang tak pernah habis, cinta yang semakin menguat setiap waktu, disetiap tatapan mata, disetiap senyum yang kau urai di kala hujan.

Jangan sedih, wahai perempuanku, disini pertama kali kita bertemu bertukar senyum, disini pula aku bertekad meminta izin untuk merebutmu dari ayahmu, dan aku yakin kau akan menerimanya, cintamu padaku sudah begitu dalam, dan akupun tak bisa mengingkarinya.



Cincin yang kuberikan, begitu indah di jari manismu, dan tangis-sukamu begitu menenangkan.
Kita akhiri perjalan yang jauh dengan pertukaran janji untuk tetap bersama. Kita akan tetap menikmati semua bersama.

“Besok kita ketemu orang tuamu.”
Dan mereka pasti senang bertemu aku, kamu. Kita.

"Kutulis sebuah kata cinta, di secarik kertas putih, nama dan tanda tanganmu mengikutinya”
--[PH]--

Surat balasan terakhir untuk : Untuknya, sumber kebahagiaan


Biarkan cerita itu kita nikmati dan kita ceritakan pada anak cucu kita sambil tertawa dan sesekali menyeruput teh buatanmu, mereka pasti cemburu dan ingin mengikuti kisah kita, yang sempat terpisah.


Dari Nol Kilometer, akan kudampingi dirimu, sampai Puncak Jaya, bahkan sampai nirwana, akan tetap kukencangkan genggamanku padamu, tidak apa-apa kan?

Mungkin nanti, aku tak ingat lagi tanggal pertemuan kita, ingatkan aku, karena aku ingin tetap mengenang senyummmu.


---Sebuah Puisi Untukmu—

Secangkir teh yang tadinya sudah mulai mendingin,
Kepulan asap sudah tak mau keluar dari pekatnya.
Roti bakarpun sudah perlahan mengikuti suasana ruang ini

Sebuah kenangan sudah mulai usang,
Beberapa detil kenangan sudah tak kuingat lagi.
Bahkan hampir lupa pada pertama kali tangan kita bersentuh.

Terbangun dari atas kasur dingin,
Kau terbaring disampingku
Lelap, dan kau masih tetap manis.

Sudah berapa kali tanggal itu berulang,
Ketika kau sudah sah kurebut dari ayahmu.
Dan kita jadi sepasang raja-ratu sehari.


Diluar begitu ribut, beberapa suara anak kecil,
Itu cucu cicit kita yang mengetuk pintu kamar kita,
Ingin mereka kita keluar dan bermain, sambil sesekali tertawa.

Ah, cinta tak pernah berubah,
Bahkan cinta ini masih seperti saat pertama bertemu.

Dulu,
Seorang gadis duduk manis di sebuah kedai kopi sambil menyeruput teh hangat.
Sekarang, walau sudah termakan waktu,
Seorang perempuan manis tertidur lelap di atas kasur bersamaku. Cantik.

Kepadamu...

hangat yang menyentuh  pipi lalu bibirku bergantian, hangat yang dulu sangat kukenali, dan aroma roti bakar yang harus membangunkanku dari mimpi, harus kuceritakan mimpiku? Mungkin kau sudah tahu bagaimana jalan ceritanya, iya kan? Dan saya terbangun dengan senyum.



Ah, perempuan ini, tak henti-hentinya membuatku jatuh cinta, bahkan pada senyum tipisnya dan pada caranya berjalan. Oh iya, dimana kau letakkan sayapmu wahai perempuan?

[PH]
 Kepadamu….


Aku baru ingat, hari itu aroma kopi moka melesat ke hidungku, itu yang membawaku bertanya padamu tentang arah di Bandung. Ya, aroma moka, kenapa aku bisa lupa dengan aroma roti dan moka di warung kopi waktu itu, 




ah, mungkin waktu yang menghilangkan ingatanku waktu itu, tapi kini, di depanku sudah tersaji segelas kopi moka, gelas kedua malam ini, untuk mengingatkanku kembali pada wajahmu, pada senyummu, pada telapak tanganmu

Masih kau ingatkan kalau aku sangat menyukai gurat-gurat di telapak tanganmu, simbol ٨١  dan ١٨ , seperti huruf arab.



Kau tak kembali, karena kau tak pernah benar-benar pergi. Ya, aku setuju, kita betul-betul tak pernah beranjak dari cinta yang kita bina.

Malam ini aku  siap-siap membereskan barang, dan mengemas beberapa kenangan yang kita bentuk dalam sebuah kalung, dan beberapa gantungan kunci. Semoga saja memantik cinta yang dulu ada.

Besok saya berangkat ke Bandung, semoga ada cinta yang menyambut disana.

[PH]

Kepada, Perempuan yang telah kembali padaku.

Semalam,aku cepat lelap, siang sudah berhasil melumpuhkan semua indraku, hingga malam sudah harus membelaiku dengan segera, agar mimpi dengan sigap datang. Terbangun dengan tatapan aneh beberapa sahabatku, “Kamu tidurnya aneh, sambil tersenyum”.
“Mungkin mereka menyinggungmu”

Terima kasih, semoga kembalimu kali ini, kau betah tinggal dalam hatiku, disitu sudah kuhiasa beberapa foto kenangan kita pertama kali bertemu.

Eh, tentang pertemuan kita pertama kali, masih ingat? Kita punya pandangan yang beda, kali ini, kuceritakan versiku sendiri tentang pertemuan kita pertama kali.

Tahukah kau bahwa ketika seorang jatuh cinta, semua berjalan begitu lambat, bahkan senyumanmu terekam dengan jelas pertama kali. Kali itu awan berbentuk kelinci yang sedang melompat. Saat itu aku tersesat, dan menemukan dirimu. Bertanya arah pada perempuan manis yang kujumpai di Bandung. Ya, senyumanmu yang jalan begitu berbunga-bunga, dan bintang serupa lampu hias malam itu, ah entahlah, cinta begitu menyilaukan kali itu.

Kali ini suratku (lagi-lagi) singkat. Tapi semoga makna yang kau dapat sepanjang sejarah manusia.

Dari seorang yang jatuh cinta (lagi) pada orang yang sama
Terbangun bersama kokok ayam jantan, di luar masih agak gelap, namun terang perlahan muncul dari balik kisi-kisi kamar yang agak berlubang

Kuraih telpon genggamku, mendapati puluhan panggilan tak terjawab, dan sebuah pesan yang menanyakan kabarku, kau tahukan aku tak pernah menggubris panggilan yang tak kukenali. tapi pesan tertinggal itu memberikan tanda bahwa itu dirimu, entahlah.

Kabarku baik-baik saja, disini begitu dingin, mungkin selimutnya yang kurang tebal,mungkin angin diluar yang membuatku dingin, atau mungkin karena rindu padamu yang mendinginkan ruang dalam hatiku, sekali lagi, entahlah.

"Aku baik-baik saja, tapi rindu tetap saja mengganas di hati, kamu mengerti kan?" 


Sepulangmu dari aceh, maukah kau bertemu di tempat pertama kali kita bertemu?

Followers

Total Pageviews