Duduk santai disini, dengan alunan musik yang tak jelas dan beberapa suara yang jelas pula,
Secangkir kopi sudah mengampas dengan gelas merah yang sudah mulai retak,

Duduk dikelilingi wajah-wajah tak asing, sudah kukenal muka mereka satu-satu,
Kutatap wajah mereka,penuh tawa, kadang berganti senyum merekah,

Di situ dirimu, diantara senyum-senyum yang lepas,
Di situ, di antara beberapa peluk yang tetap di kepalaku.

Kulangkahkan kaki, dengan sepatu kusut yang sudah lama tersimpan tak rapi di kamar
Perlahan berlari, walau agak terengah-engah, kaki tak mau berhenti.
Para pelari itu mengikut, tapi senyum tetap tak lepas dari bibir mereka

Di situ dirimu, diantara peluh yang jatuh menetes
Di situ, di antara beberapa kecup yang tetap menghuni isi kepalaku

Kutatap sekeliling, di belakangku ada yang berlari sambil saling menggenggam,
Ada pula yang selalu meraih tangan lain, walau tak sampai.

Di situ dirimu, di barisan belakang dengan senyum paling manis,
Di situ, yang menarik tangan orang yang masih tak aku kenal.

Lalu aku berlari, menghilang dari kerumunan,

Berlari, dari pelukanmu, dari kecupmu.

Mungkin saja sekarang kau sedang tidur dengan selangkangan yang bermandikan sperma dengan lelaki yang baru kau kenal, atau sekedar menikmati senja sambil minum es kelapa muda kesukaan mu, yah es kelapa yang dicampurkan gula merah dan susu kental manis yang tidak terlalu banyak atau kau mungkin sudah kelelahan dan berbaring di Rumah Sakit Jiwa, seperti beban yang kau hadapi cukup berat. Maaf jika kata kata ini terlalu tidak menyenangkan untuk kau baca. sekedar kau ketahui aku melihat mu dari sudut pandang keibaan ku. Seperti orang yang khawatir akan masa depan yang begitu gelap. Betapa kau begitu sekarat, seolah olah akan hidup selamanya.

Tidakkah kau sadari, apa yang mendiang almarhum ayahmu tangisi di alam kubur nya saat ini, mungkin saja beliau sedang memikirkan tentang mu. Tak kasihan kah kau pada ibumu? Tiap hari beliau pun harus ditanya malaikat soal pertanggung jawaban pendidikan moral yang almarhumah ajarkan kepada dirimu, seakan dunia tidak kiamat sayang. Atau kau tak usah kasihan pada mereka, cukup kasihilah dirimu,namun sayang kau terus menggerus dirimu dengan dosa . Dosa yang mungkin kau anggap suatu keterlanjuran dan kini sedang menjadi kebutuhan mu. Dunia begitu kotor dan kau begitu seenaknya memoloskan dirimu sayang. Tidakkah kau begitu lelah dengan keadaan seperti itu?

Masih kah kau bersama nya sayang, bersama dengan seorang berseragam yang punya anak tiga dan  selingkuhan dimana mana dan kau dijanjikan sebuah rumah mewah olehnya, ataukah bersama orang yang dulu menyukaimu lalu kemudian membiarkan mu menangis setiap kau bertemu dengan nya lagi atau dengan pengusaha kaya raya mana lagi? Salahku juga kubiarkan kau sendiri, tapi kau yang memilih bukan, kau yang memilih laki laki yang membuat mu hamil, dan terpaksa kau harus menggugurkan nya. 

Mungkin kau akan terheran heran membaca surat ini. Tapi tidakkah kau sadar akan mataku yang terus mengawasimu. Hati yang kau tinggalkan yang kini telah menjadi zombie yang haus akan informasi tentangmu. Harapku kau akan sadar sayang, bahwa yang kau butuhkan sebenarnya hanya lah pelukan hangat ku yang dulu. Pelukan yang begitu tulus yang harus kau nodai. Jagalah kesehatan mu, setidaknya periksakan alat kelamin mu setiap enam bulan sekali di dokter spesialis kulit dan kelamin.

-Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara- @gramedia

Followers

Total Pageviews