kau menangis terbujur setengah kaku, membisikkan mati ditelingaku


tentang aku dan kamu, serta tentang bayi kita yang belum berumur 2 tahun sayangku, masih ingatkah kau surat yang sudah kau buang dari ingatanmu? masih ada disini, kusimpan baik-baik di hatiku,

maaf bila aku pernah mengataimu bodoh, bahkan egois, dan aku sadar, aku yang egois, aku yang bodoh, dengan sengaja membiarkan anak kita yang masih kecil tak berdaya meninggalkan kita




aku luka, dari ribuan duri yang aku tusukkan ke jantungku

aku memaksamu mengatakan tak suka padaku agar hidupmu dan hidupku menjadi baik-baik saja, kita jalani hidup dengan sendiri-sendiri saja

kau diam, kau marah, sambil menulis pada secarik kertas diantara ribuan pengunjung ruang perpuskaan yang sesak, kau tujukan padaku yang pura-pura tidur.




akan kau temukan hal-hal baru dengan segala keegoisanmu yang liar

aku kaku menatapmu diam, menangis dalam pelukanku diantara ribuan sepi, "tubuhku bukan lagi milikku sayang" katamu

kau pergi, entah marah entah menyesal, aku hanya menatap punggungmu yang diam sambil menghilang dibalik tembok


and it's bye-bye, goodbye, I tried



Sudah gelap, aku tahu, tapi saat mataku mulai terpejam, bayanganmu dengan sigap menyelinap dan singgah di ingatanku, bersemayam, bahkan saat mataku terbuka, dia dengan liarnya lewat begitu saja, saat aku mendengarkan lagu, saat menonton film, bahkan saat aku tak menyadari diriku, bahkan saat aku tak menyadari dirimu.


Jam dinding biru itu sudah berdentang empat kali, aku tahu, saatnya ayam tetangga bersahut-ribut, segelas kopi memandangku dengan liar, "tinggal setengah" katanya, lagu satu album ini sudah enam kali terputar otomatis, otakku mulai melemah dengan sejuta kunang kesana-kemari, "aku rindu kamu" kata hati.


Dua temanku sudah tidur sedari tadi, saat waktu menunjukkan angka tertingginya.


Ini aku dengan drama hidup yang tak pernah aku rancang, ini aku dengan kepenatan masalah yang sempat mati, ini aku dan malaikat berjubah hitam dan schyte-nya yang sudah tersenyum dari kemarin, menunggu aku bertemu orang-orang terkasihku sebelum berangkat, "sabar saja, mereka akan datang sebentar lagi" katanya, sambil meringis bengis.


Gelap perlahan mati, bersama robohnya tubuhku, terjatuh dari kursi yang menyangga tubuhku yang sebenarnya sudah tak bernyawa sedari kemarin walau tetap hidup hingga gelap sudah tak bernyawa lagi, waktu mulai mati, bersama teriakan hewan pada bulan, tinggal menghitung gerak jarum jam yang tinggal duapuluh derajat sebelum aku betul-betul berwujud kenangan.


Aku mulai menutup mata, mencoba untuk mati, melipat jari, lalu menoreh tangan dengan bekas pecahan kaca dari gelas kopi, "Maaf, kau terlalu sakit untuk kujadikan HIDUP" tercetak jelas dari bekas tanganku. Aku mulai tersenyum, mencoba untuk melemah, menahan nafas, lalu meluruskan badanku agar terlihat suci bagimu, "Maaf, bila aku jawab angkuh dalam MATI" kataku.


Kau datang dari jauh, berbaju merah, dengan kembang merah, "aku tak ingin menangis, kau akan tersiksa bila air mata sampai mengalir di senyummu" katamu, hanya bisa memandangmu dari jauh saat mencium keningku. Kau berbalik arah, tersenyum, menitikkan air mata, "Kenanganmu, telah bersanding rindu di hatiku, mungkin besok aku akan menyusulmu" aku diam, mendekatimu, mencium keningmu, lalu tersenyum.



Clearing the cloud hanging on your head
While starring at the dark sky for a moment 


"It will rain"
"Lets go to our home" 


Running through while keep holding to each other
I can see your smile from behind 


"Trap this moment in time, let it froze"
"No, many joy ahead to reach, this just one of many" 


You hide from rain in oak tree, then look at me in the eye
You tame the storm, after you kiss me


"today is a present, let me be yours forever"
"I can't promise your tears didn't fall, but i will prove that i love you"
http://sitaulon.files.wordpress.com/2010/02/rain_dance_03_by_fbuk.jpg 



Membelah gelap yang dikirimkan kerajaan langit di terik ini
Mencari sisa-sisa kita semalam, tersapu hujan
Mengalir menuju jalan yang tak pernah aku lalui
Menyatu, hilang dalam lubang bumi

Sempat aku bertanya pada dinding yang diam itu tentang kita
Hanya diam yang aku terima, hanya sunyi
Hujan perlahan diam, menjadi rintik yang terarah jelas
Titik hujan perlahan hilang dari pandangan, meresap ke dalam tanah, ada rindu yang ia bawa, rindu pada harumnya aroma rambutmu

Lihat rintik hujan yang membekas, ada bau yang membangkitkan kenangan tentang pelangi
Rindu pada hujan yang tiap hari menyambut bangunku, namun hanya bisa mendekam dalam sepi dan terdiam menatapnya bercucuran air mata

Mencari jati diri di antara sela-sela titik hujan,
berharap kenangan tentang pagi dan siang padam seiring matinya matahari,
sejenak usap peluh dan menari bersama gelap,
kapankah akan kau terima tanganku yang mengajakmu menari sedari tadi?

Mendekam di sudut biru
Kaku pada anyam yang tak bersuara
Dingin perlahan mengetuk dan berteriak
Dingin yang ada tertawa merasukiku

Sejenak menatap sisa hujan yang melekat pada cermin pecah
Melihat nanar yang tersembunyi dari raut wajah pengembara
Teringat cerita kuno yang tak lagi kudengar
Tentang peri tidur dan pangeran yang sebenarnya tak pernah bertemu

Melukis nama pada kaca berembun
Mungkin nanti pesannya akan sampai pada lahat yang merekah
Aku tidur malam ini dengan dingin dan hujan
Sambil menutup diri dengan jaket yang sudah lusuh

Aku tertidur malam ini dengan dingin dan hujan
Dengan jaket lusuh dari cerita kuno yang mulai samar-samar

Followers

Total Pageviews