Hujan,
Ketika agustus sudah mulai berakhir
Ketika kemarau masih begitu jaya di musim ini

Tetes hujan membelai seluruh tubuh
Tak berpaling, motorku melaju pelan
Agar hujan bisa dengan santai membelai

Tetes hujan masuk bersembunyi dalam mata
Lalu pelangi begitu terang di langit
Hujan perlahan tertinggal di langit

Kupercepat sedikit laju motor,
Ketika mengingat sesosok gadis sedang menunggu
Sebuah janji yang dicipta semalam

Setelah mengganti baju seperti yang pernah sang gadis suka
Motor kembali laju, terarah menuju sebuah warung kopi
Tak sabar menemui dirimu, gadis.

Ini janji yang berat sebelah
Pertemuan yang hanya aku yang tahu maksudnya

Lalu aku menatap matamu, gadis.
Tersimpan kenangan lalu,
Ingin ku kecup matamu.

Kau bercerita tentang duka yang tak kau tahu musababnya
Aku mendengar tanpa tau penyebabnya.

Perlahan lagu tentang pecinta hujan yang tak ingin sang hujan marah
Melantun indah,
Katamu, itu lagu yang  tentang kita.

Kau memesan es teh seperti biasa,
Aku memesan cinta yang biasa.
Iya, pesananku tak tersedia.

Kutatap bibirmu,
menyeruput teh begitu sigap
ketika matahari sudah siap bersembunyi

Ini pertemuan untuk yang terakhir kalinya
Aku menggumam.

Lalu tiba saatnya kita berpisah,
aku beranjak lebih dulu,
Di mataku sempat berembun

Kemudian kau mendahuluiku
Aku menatapmu sembunyi
Di pipiku sudah menadah hujan rintik.

Ini pertemuan terakhir kita
Ini janji yang berat sebelah.
Tanpa harus kau tahu.
kosong,
isi dalam pikiranku tak sedang memikirkan apa-apa

Ingin menuliskah?
entah, hanya saja untuk menuangkan isi pikiran, 
harus ada yang aku pikirkan,

hampa
tahu ketika seluruhnya begitu tenang, malah yang paling menggelisahkan?

sudah aku putar lagu yang biasa aku nikmati, 
sambil mencicipi kopi sachet yang siang tadi sempat aku beli.
sisa setengah.

padahal angin di luar begitu ributnya,
atap rumah saling bergesakan,
iramanya tak karuan.
berisik.

apa yang isi kepalaku inginkan?
Di sebuah kedai biru, aku menunggu,
Diam, termangu, tertunduk.
Menunggu waktu, senja siap tertutup malam.
Ada waktu, kusesap kopi hangat yang terjaga di depanku.

Dua gelas kopi, satu kenangan mengimani.
Menikmati kopi, menyegarkan kenangan.
Tentang senja, tentang warna yang yang di indahkan dalam ruang.
Lalu tentang dirimu, perempuan yang jatuh cinta pada kopi

Menunggu, tak selamanya berakhir temu.
Serupa menunggu yang tak mungkin disini.
Dirimu, hilang.
Diriku, ikut.

Segelas kopi sudah sedari tadi mendingin,
Angin sudah tak bertiup,
Riuh kawan sudah menyenyakkan diri

Terbangun di satu sisi tempat tidur,
Memeluk masa lalu yang tak nyata

Kapan terakhir kali kita saling mengisi tawa?
Kapan terakhir kali kita berjalan saat hujan begitu riuh di atas kepala kita?
Kapan terakhir kali kita begitu lepas menertawakan tatap kosong orang yang lewat?

Entah, sudah berapa kali aku mengingatmu di beberapa menit ini
Setiap kuseruput kopi sambil memejam,
Seperti seolah kau yang menggerakkan cangkir bertemu bibirku.

Sayang, disini sudah gelap,
Kasur sudah sedari tadi memeluk tetangga,
Sedang aku, dipeluk bayangan.

Teringat bisikmu
“Aku mencintai hujan”
Bisa kubangun rumah kita di atas awan?
Tetes demi tetes jatuh dari langit
Dua tangan tengadah, dua mata yang berderai
Tetes demi tetes menyatu menjadi genang
Diciptakannya sebuah kenang dari tiap tetes.

Ada dingin yang tak bisa diceritakan
Ada pelukan yang tak bisa diungkapkan
Ada detakan jantung yang semakin menderu
Lalu perlahan, menggelaparkan diri di bawah langit

Hari ini, kukenang kau sebagai tuan rumah pada rindu
Kucipta kau dari ruas-ruas jemari yang menari tak karuan di udara lepas

Aku ingin mengenangmu sebagai perempuan yang pernah mencintaiku.
Duduk santai disini, dengan alunan musik yang tak jelas dan beberapa suara yang jelas pula,
Secangkir kopi sudah mengampas dengan gelas merah yang sudah mulai retak,

Duduk dikelilingi wajah-wajah tak asing, sudah kukenal muka mereka satu-satu,
Kutatap wajah mereka,penuh tawa, kadang berganti senyum merekah,

Di situ dirimu, diantara senyum-senyum yang lepas,
Di situ, di antara beberapa peluk yang tetap di kepalaku.

Kulangkahkan kaki, dengan sepatu kusut yang sudah lama tersimpan tak rapi di kamar
Perlahan berlari, walau agak terengah-engah, kaki tak mau berhenti.
Para pelari itu mengikut, tapi senyum tetap tak lepas dari bibir mereka

Di situ dirimu, diantara peluh yang jatuh menetes
Di situ, di antara beberapa kecup yang tetap menghuni isi kepalaku

Kutatap sekeliling, di belakangku ada yang berlari sambil saling menggenggam,
Ada pula yang selalu meraih tangan lain, walau tak sampai.

Di situ dirimu, di barisan belakang dengan senyum paling manis,
Di situ, yang menarik tangan orang yang masih tak aku kenal.

Lalu aku berlari, menghilang dari kerumunan,

Berlari, dari pelukanmu, dari kecupmu.

Mungkin saja sekarang kau sedang tidur dengan selangkangan yang bermandikan sperma dengan lelaki yang baru kau kenal, atau sekedar menikmati senja sambil minum es kelapa muda kesukaan mu, yah es kelapa yang dicampurkan gula merah dan susu kental manis yang tidak terlalu banyak atau kau mungkin sudah kelelahan dan berbaring di Rumah Sakit Jiwa, seperti beban yang kau hadapi cukup berat. Maaf jika kata kata ini terlalu tidak menyenangkan untuk kau baca. sekedar kau ketahui aku melihat mu dari sudut pandang keibaan ku. Seperti orang yang khawatir akan masa depan yang begitu gelap. Betapa kau begitu sekarat, seolah olah akan hidup selamanya.

Tidakkah kau sadari, apa yang mendiang almarhum ayahmu tangisi di alam kubur nya saat ini, mungkin saja beliau sedang memikirkan tentang mu. Tak kasihan kah kau pada ibumu? Tiap hari beliau pun harus ditanya malaikat soal pertanggung jawaban pendidikan moral yang almarhumah ajarkan kepada dirimu, seakan dunia tidak kiamat sayang. Atau kau tak usah kasihan pada mereka, cukup kasihilah dirimu,namun sayang kau terus menggerus dirimu dengan dosa . Dosa yang mungkin kau anggap suatu keterlanjuran dan kini sedang menjadi kebutuhan mu. Dunia begitu kotor dan kau begitu seenaknya memoloskan dirimu sayang. Tidakkah kau begitu lelah dengan keadaan seperti itu?

Masih kah kau bersama nya sayang, bersama dengan seorang berseragam yang punya anak tiga dan  selingkuhan dimana mana dan kau dijanjikan sebuah rumah mewah olehnya, ataukah bersama orang yang dulu menyukaimu lalu kemudian membiarkan mu menangis setiap kau bertemu dengan nya lagi atau dengan pengusaha kaya raya mana lagi? Salahku juga kubiarkan kau sendiri, tapi kau yang memilih bukan, kau yang memilih laki laki yang membuat mu hamil, dan terpaksa kau harus menggugurkan nya. 

Mungkin kau akan terheran heran membaca surat ini. Tapi tidakkah kau sadar akan mataku yang terus mengawasimu. Hati yang kau tinggalkan yang kini telah menjadi zombie yang haus akan informasi tentangmu. Harapku kau akan sadar sayang, bahwa yang kau butuhkan sebenarnya hanya lah pelukan hangat ku yang dulu. Pelukan yang begitu tulus yang harus kau nodai. Jagalah kesehatan mu, setidaknya periksakan alat kelamin mu setiap enam bulan sekali di dokter spesialis kulit dan kelamin.

-Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara- @gramedia

Followers

Total Pageviews