Segelas kopi perlahan dihangatkan tetes demi tetes kopi,
Memenuhi bahkan hampir tumpah,
Beberapa lagu yang tak kau suka, kuputar,
Sekedar untuk mengetahui dimana letak ketidak-sukaanmu.

Ah, tentang dirimu lagi.

Bahkan pada segelas kopi,
Beberapa lagu,
Dinginnya malam,
Sanggup menarik ingatanku menujumu.

Semalam kutemui dirimu,
Gelap,
Entah,

Kita begitu dekat dan begitu jauh,
Bahkan sudah tak kuingat aroma tubuhmu,

Ah…
Mungkin aroma malam terlalu membiaskan wangimu.

Disini,segelas kopi sudah setengah,
Cerita tentang manis-pahitnya mungkin sudah mulai tenggelam.


Ada tetes yang tersisa di rimbunnya pohon mangga di samping rumah,
Ada pelangi yang mengintip dari balik gunung di belakang rumah
Pemantang sawah sedikit tergenang, sungai agak meluap
Lalu beberapa petani di depanku, tersenyum, ada bahagia yang tak terjelaskan.

Di atap sebuah gedung tinggi, bunyi gerimis hujan yang mereda,
Di lantai bawah, genangan sudah semata kaki,
Beberapa pengendara berhenti di ruko pinggir jalan,

Lalu beberapa orang di sampingku, tersenyum, ada bahagia yang tak terjelaskan. 
Menatap beberapa yang lalu lalang,
Senyum yang asing, mereka tertawa
Tawa yang begitu lepas, begitu riang,
Aku terhanyut, terbawa.

Lewat lagi mereka, dengan tatap yang begitu sinis
Tatap, tak terduga, yang kemarin begitu manis,
Mungkin saja kemarin aku yang terlalu optimis.
Mungkin juga kita hidup di dunia yang sadis.

Esok harinya kembali bertemu dengan lalu lalang yang sama,
Berjabat tangan sambil bercengkarama
Jabatan hangat yang lumayan lama,
Ya, jabatan yang begitu hangat, tapi aku tak kenal nama.

Kadang memasang topeng yang tersenyum,
Kadang mereka berlakon cerita yang mereka tak tahu
Harap maklum,
Cerita yang mereka tak tahu, begitu kaku.

Ini cerita manusia, cerita kita.


“Aku akan selalu jadi aku, perilakuku tergantung dengan siapa aku berhadapan” 

Followers

Total Pageviews