Jangan Pergi

Kita adalah kenangan yang saling mengulang kisah keindahan, ada sisi yang tak bias kita lupakan, rinduku mungkin pernah tersesat di hati yang lain, tapi kau tahu satu tujuanku, kehatimu

Jangan pergi, kali ini aku sentuhkan lututku mencium tanah, memohon langit agar bergemuruh, dan hujan akan tiba ditempatmu, dan kau akan mengingatku lagi, mengingat cinta tang kita jalin dengan rumput di pulau lae-lae.

Cinta kita indah, pernah indah, dan akan tetap indah bila kau masih ingin terus menggenggam tanganku saat pertemuan.

Kutangkupkan kedua telapak tangan, menatap langit yang mulai menggelap.agar awan segera terbang dengan cepat ke tempatmu, agar kau tetap tinggal,

Jangan dulu serahkan hati yang pernah kutitipkan, karena kita sama-sama tahu, inta masih begitu menggebu di hati kita,bila kau bias menyentuh dadaku sekarang, iramanya ketukan namamu, terasa indah.


Disini, kutulis surat ini saat senja
Ketika matahari yang sudah meraja
Perlahan tidur dan tetap di puja.

Disini aku memohon
Dengan tangan tertangkup
Dan lutut diatas tanah

Disini mata memerah
Mengingat kisah yang kita bina

Jangan pergi, tetap disini
Masih lagi, cinta warna-warni

Jangan pergi,
Karena cinta
Masih ingin tetap disini.

Jangan Pergi.
[PH]

Semalam aku tak bisa tertidur lelap, mengingatmu disetiap sela bangunku, sehatkah kau disana? Hati-hati disana, karena kau sedang membawa hatiku bersamamu.

Masihkah kau berpikir tentang perpisahan? Bukankah perpisahan itu hal yang paling kita benci? bukankah pisah adalah hal yang dulu kita laknat saat genggaman kita begitu erat di Pantai Losari?

Pertama kali bertemu dirimu di Bandung, begitu banyak mimpi yang aku tata rapi,

“Suatu saat nanti tak perduli apa yang aku kerja, aku harus menggunakan dasi, agar kau bisa setiap hari merapikan dasiku dan aku bisa lebih lama menatapmu”

Sedang mimpi yang lain,

“Aku ingin menutup mata sambil menatapmu tertidur dan bangun saat kau masih di dalam dekapanku”

Tidakkah itu semua menjadi mimpi kita? Tapi kenapa jarak yang seharusnya menguji kita malah menjadi pemisah, malah menjadi alasan untukmu pergi.  Segampang itukah kau maknai perpisahan?

“Mimpiku sesederhana itu, sesederhana memelukmu dan tertidur.”

Begitu banyak cinta yang akan kita hapus dalam perpisahan, seberapa banyak air yang tersimpan di dalam mata-air matamu dan mata air-mata yang akan tertumpah dan mengasinkan bibir kita?

“Maaf bila kali ini aku banyak tanya, karena perpisahan tak pernah terlintas dalam kepalaku”

Pagi tadi bangun dengan badan yang lemas, biasanya, kalau aku begini, kau begitu sigap membuatkan teh panas kesukaanku.

[PH]



Sudah bisakah kau melupakan hari pertemuan kita?

Bagaimana mungkin bisa pergi, bila semua yang ada di diriku sudah begitu lekat denganmu, bahkan aku sudah begitu terbiasa mencintaimu, hingga akupun tak tahu bagaimana menjalani hidup dimana dirimu tak ada di dalamnya.



Jangan lelah, janji yang kita rapalkan dulu di tanggal 27 Januari akan selalu aku ingat, dan semoga kau tetap mengingat cinta yang begitu indah saat itu, ketika awan terlihat begitu suci dan angin sepoi yang membawa aroma mawar merah.

Bisakah kau lupa ketika semua ingatanmu adalah aku?

Menangislah, aku tak pernah melarangmu menangis, tapi pastikan setiap tangismu menghilangkan ragu akan aku.

Ya, Hal-hal- terbaik tidak dicapai dengan mudah, dan kau akan menyerah ketika semua itu sudah berada dalam genggamanmu? Ketika cinta begitu pastinya mendekam dalam hati kita?

Semoga kau masih mempertimbangkan kepergianmu…

Hujan, dan kita tetap saja adalah kata yang berubah jadi satu, dan kenangan selalu datang tak diundang. Dan menikam diam-diam

Jawaban entah, adalah ketika aku berada di masa antara ingin mengingatmu, atau harus melupakanmu, kau terlalu jauh, dari jangkauan, tapi terlalu dekat untuk aku lupa.



Dua hari lagi tanggal 27, dan januari adalah pertemuan pertama kita di kota Makassar ini. Ada aura magis di angka itu, aura yang selalu membuatku merinding, bahkan ketika melihat angka 27 di depan rumahmu.
Masih tentang hujan, entah mengapa ada beberapa tetes yang terasa asin.

Mungkin juga bukan menunggu yang kita lakukan, mungkin yang kita butuh adalah gerak, agar kita semakin mendekat.

Kata kita semakin berputar, dan ini sudah sekian kalinya kuucapkan, kenangan selalu saja melukai kita, disaat kita tak sadar kita sedang terluka, bahkan kadang terlalu terhanyut dengan luka itu.
Haruskah cerita ini kuhentikan dipertengahan? Dan memulai menulis kisah baru?

Mungkin saja kenangan tentangmu yang begitu kuat, mungkin juga raut wajahmu sudah mulai samar di ingatanku. Aku tak tahu pasti. Tetap saja ingatan tentang kebersamaan kita selalu melabilkan emosiku untuk sesaat.

Semalam tak ada hujan. Dingin yang kutunggu tak datang mengetuk relung hatiku. Kutatap malam, bintang yang biasanya ada menghilang, entah kemana, mungkin dia terlihat dikotamu. Iya, bintang yang aku lihat kadang juga tak muncul di kotamu, kita hidup di dua langit yang  berbeda.


Tak pernah sengaja menulis kata “saya” dan “aku”, atau mungkin saja tubuhku menyuruh otakku untuk perlahan menjauhkan kita, menjauhkan aroma yang tertinggal di hidung, menghilangkan nama yang selalu menggema di telinga. Merabunkan bayang dirimu yang tertinggal di depan mata.

Entahlah.

Aku tak tahu pasti kita berada dimana sekarang.

“Mungkinkah nanti nisan kita berdampingan?”

Lelaki yang mulai terdiam
[PH]

Kepada Perempuan , yang begitu rindu pada dada kiriku.

Masih saja kita bergelut dengan kenangan yang sudah kita lewati beberapa waktu lalu, dan kenangannya begitu nyata sampai sekarang. Dalam sadar, bahkan dalam lelap.

Handphone sengaja kutaruh di dekat kepalaku, menunggu deringan dari nomor yang tak kuketahui, siapa tahu itu dari kamu. Maaf, nomormu dulu tak sengaja terhapus saat emosi begitu meluap dan aku tak bisa mengingatnya lagi.

Hujan semalam begitu dingin, kehangatan yang biasa digenggaman menghilang begitu saja. Tanganku masih mengingat genggamanmu, yang kadang dengan sigap menggenggam, walau disitu tanganmu sudah tak sedia.

“Musik adalah mesin waktu yang sangat sederhana” katamu, dan kini aku sedang berada di masa lalu, dan kebersamaan kita terulang di depan mata, adakah waktu kembali seperti sedia kala?

Oh iya, Lagu mesin penenun hujan selalu kita hentikan saat sudah sampai dibagian reffnya, dan mengulang kembali dari awal. Entahlah.

Sedang Payung Teduh selalu tersedia di playlistku. Ketika aku ingin mengingatmu, dan itu disegala waktu.

“Disegala ruang ada dirimu, di segala waktu, ada aromamu, dan disegala sudut ada bayanganmu”

Maaf, kali ini suratku singkat, ada urusan kantor yang harus aku kerja.

Lelaki yang masih berteduh di bawah teriknya rindu
[PH]



Ketika kutulis surat ini, diluar lagi hujan, mungkin kaupun sedang terbangun di Medan sana. Iramanya tentang kenangan kita berdua, di sebuah masa yang telah hilang.

Masihkah kau tertegun menatap setiap tetes hujan jatuh dari sudut atap rumah sambil menyanyikan lagu Mesin Penenun Hujan-nya Frau?

Atau kau sudah memilih tertidur ketika hujan datang mengembara dalam mimpi?

Semalam saya bertemu teman lama, dia menanyakan tentang kabarmu, kujawab, “Dia masih disini” sambil menunjuk dadaku.

Untuk mengenangmu, kutulis lirik kesukaanmu
Tetapi esok nanti, kau akan tersadar, kan  temukan seorang yang lebih baik,
Dan aku kan hilang ‘kukan jadi hujan, tapi takkan lama ‘kukan jadi awan

Kali ini aku ingin jadi hujan, terbang bebas menuju kotamu dan jatuh melepaskan rindu di atap rumahmu, menghapus setiap tetes air mata yang kau jatuhkan  dan memelukmu dengan hangat yang hanya bisa rasakan berdua.

Ketika kau kemarin bercerita tentang Pulau Lae-Lae, kemarin aku sempatkan kesana, dan tulisan nama kita masih begitu jelas disebuah pohon yang entah apa namanya, kita hanya menyebutnya pohon penahan hujan.
Memang tak ada alasan baku untuk mencinta, tapi bagiku,tapi bisakan cinta menjadi alasan itu sendiri?

“Cinta adalah ketika kita bersama dalam kebisuan, dan kita tetap merasa begitu nyaman”

Lelaki yang berharap menjadi Hujan,
[PH] 

Kepada Dirimu, yang masih mencintai hujan

Mata yang kau jaga agar tak berembun, biarlah diseka waktu, sayapun tak bisa berada disana. Biarlah tangis yang kau tahan di dengar oleh langit, agar awan menurunkan hujan yang selalu kau cinta.

Kemarin aku sempatkan diri berjalan di pantai losari, dan maaf, matakupun terasa perih, tapi tak ada air mata, aku sudah mencoba bertahan dan kuat atas kepergianmu, tapi kenangan tentang dirimu selalu saja mengantarku ke tempat itu.

Kapan rindu bisa kita tuai? Saat bibit yang kita semai dulu sudah mulai bersemi dan tak bisa lagi menunggu untuk kita nikmati, rindu itu akan terasa begitu indah di lidah kita, dan tawa akan terasa begitu indah, sayang.

“Karena rindu yang aku rasa, akan ku kenang sepanjang masa, dan bertahan pada satu asa”

Kau sempat hadir menyapa sebelum matahari membangunkanku, dan kecupanmu terbayang sampai saat ini.

[PH]

Kepada pecinta hujan,

Ada kata yang hanya bisa diam, bersembunyi di balik awan yang kau tatap. Karena jumpa adalah pisah yang selalu kita tunda, mungkin saat kita sudah tak bisa menyeka air mata yang jatuh.

Tak perduli ada pisah, tak perduli ada jumpa. Kita bersama, sambil mengingat eratnya genggaman yang semakin melemah.
Ada cinta, yang kita pahami dengan sedikit keegoisan, dan kau rindu yang tak bisa kupuaskan.

Kau akan kutunggu, di sebuah senja dimana kita pernah duduk dan menikmati sapaan matahari dan hujan gerimis disaat bersamaan, di sebuah pantai yang rindu hadirmu.

Untuk cinta yang tak pernah habis, karena setiap pelukan tak pernah puas melepas rindu”

Dan rindu yang aku tahan akan berujung di satu titik, dirimu.

Yang tak bi(a)sa melupakanmu
[PH]
Ada cinta yang tak biasa
Tinggal begitu dalam,

Kali ini rindu begitu liarnya
bahkan suara hujan mulai samar

Disini rindu begitu dalam
di dirimu, rindu begitu tak terkendali

Dan dua belas anak panah cinta sudah tertancap dalam
Pada sasaran yang tak berubah

Dua belas tetes hujan mengalir dari matamu
Dua belas rindu yang tak bisa terbendung

Dua belas huruf yang jarang kurangkai di depanku

Aku Cinta Kamu

Mencintaimu, ada kata yang tersembunyi di balik lidahku
kata yang begitu geliat saat kau membekap bibirku
atau kata yang begitu diam ketika kau memelukku

Kata yang begitu beraninya bertingkah malah saat kau tak ada di depanku
kata yang hanya bisa diam dan berbisik saat kau tertidur.

Aku mencintaimu, sayang.

Followers

Total Pageviews