Perempuan yang selalu menatap hujan

/
3 Comments


Ketika kutulis surat ini, diluar lagi hujan, mungkin kaupun sedang terbangun di Medan sana. Iramanya tentang kenangan kita berdua, di sebuah masa yang telah hilang.

Masihkah kau tertegun menatap setiap tetes hujan jatuh dari sudut atap rumah sambil menyanyikan lagu Mesin Penenun Hujan-nya Frau?

Atau kau sudah memilih tertidur ketika hujan datang mengembara dalam mimpi?

Semalam saya bertemu teman lama, dia menanyakan tentang kabarmu, kujawab, “Dia masih disini” sambil menunjuk dadaku.

Untuk mengenangmu, kutulis lirik kesukaanmu
Tetapi esok nanti, kau akan tersadar, kan  temukan seorang yang lebih baik,
Dan aku kan hilang ‘kukan jadi hujan, tapi takkan lama ‘kukan jadi awan

Kali ini aku ingin jadi hujan, terbang bebas menuju kotamu dan jatuh melepaskan rindu di atap rumahmu, menghapus setiap tetes air mata yang kau jatuhkan  dan memelukmu dengan hangat yang hanya bisa rasakan berdua.

Ketika kau kemarin bercerita tentang Pulau Lae-Lae, kemarin aku sempatkan kesana, dan tulisan nama kita masih begitu jelas disebuah pohon yang entah apa namanya, kita hanya menyebutnya pohon penahan hujan.
Memang tak ada alasan baku untuk mencinta, tapi bagiku,tapi bisakan cinta menjadi alasan itu sendiri?

“Cinta adalah ketika kita bersama dalam kebisuan, dan kita tetap merasa begitu nyaman”

Lelaki yang berharap menjadi Hujan,
[PH] 


You may also like

3 comments:

Followers

Total Pageviews