Kita bertemu disatu masa yang aneh
Saat awan membentuk kelinci putih
Langit memerah disatu sudut
Matahari siap bertemu mimpi

Kau berbaring menunggu mendung
Menatap rintik yang siap berlomba sampai dibumi
Kutatap kau dengan senyum yang kusembunyikan dengan scarf biru
Warna kesukaanmu, warna yang mulai kusuka

“aku mencintai hujan, dengan setiap tetes yang tak bisa kupahami”
Aku diam, kutatap matamu, ada biru yang sering kulihat
“aku mencintai hujan, dengan setiap rindu yang tak bisa kupahami”
Lalu senyum, seperti rindu yang semakin meliat

Kulihat kau lagi disatu masa yang aneh
Bersembunyi dibalik senyum yang semakin aneh
Kau tatap aku, tatapan mistis dari mata paling mistis
Lalu aku jatuh cinta pada hujan, kemudian pada matamu
Terbangun diranjang penuh darah
Kau terkapar tanpa sadar
Beberapa luka guratan masa lalu masih jelas di dekat nadimu
Nafas terakhir kau lepas dengan desah, lalu mati

Subuh tadi kau masih tersenyum, menatap jam yang angkuh
Lalu berlari keluar, hujan mengiringimu, kau masih tersenyum
Kau hilang dalam mataku, terus berlari,

Lalu hujan berhenti, awan perlahan hilang
Kau datang dengan kuyup sekujur tubuh
Air mata diam-diam bersarang dimatamu
Kau diam, tanpa kata kau masuk kamar, lalu tertidur

Siang tadi kau terbangun dengan senyum,
Hujan menari-nari diatap, kau keluar, menari bersama
Lalu hilang, tanpa bayang yang bisa aku lihat

Lalu matahari meraja, kaupun kembali
Juga dengan tangis, hujan rintik di rumah yang lain
Lalu kau berlalu ke kamar, tertidur pulas
Dengan luka goresan dari pisau hujan
Aku hanya sepi yang tak mau kau jabarkan
Aku hanya sendiri yang tak ingin bertemu ruang
Jika kerinduan hujan masih tak bisa menetes disisiku
Maka sendiri hanya akan jadi bayang yang tak menentu

Aku hanya kenangan dari ribuan luka yang tak bisa sembuh
Aku hanya rindu yang tak pernah bisa lepas dari guratan lalu
Jika saja mimpi tak pernah buyar,
Jika saja aku bisa bertemu pengatur waktu

Jika saja hujan tetap rintik di daun yang aku tanam
Jika saja hujan tak menolak perintah awan
Mungkin pekarangan rumahku sudah kutanami dirimu
Ingin kuurai rindu ini padamu wahai hujan
Tapi mati malah menjadi pasti di sudut pelangi
Seperti senapan yang tertancap di satu nisan lama

Mungkin jelas kenangan tentang warna biru
Ketika jingga dan abu-abu harus jadi satu di lembayung
Sedang merah harus terdampar di awan yang terlalu berjarak

Mungkin kenangan harus mati di dalam kotak kayu
Lalu membusuk, esok jadi layu, kemudian hilang
Menjadi makanan bumi yang lapar akan kita

Sedang kayu-kayu yang terdampar disisi makam
Harus rela berdempet dan mematung tanpa ingatan
Tentang rindu embun tiap pagi yang lembut

Mari, sejenak terbang diantara melati, lalu mati
Esok, aku ingin menyatu dengan bumi dan kayu-kayu makam
Rinduku pada hujan mulai pudar, jadi bayang, jadi khayal
Ada angin yang tertambat di tali-tali jemuran
Menunggu matahari menguapkan embun
Yang tertahan di sela-sela daun basah

Ilalang bersemedi di ujung suatu gunung
Sendiri, hanya beberapa batu yang diam sekeliling
Sambil menunggu hujan reda di suatu sore

Seperti kita yang tertegun memandang senja yang tak usai
Seperti malam yang menunggu datangnya pagi yang ingkar janji
Seperti angin yang terus menari, diatas nisan yang kita sebut harapan

Lalu dingin menyergap sendiriku di taman basah penuh ilalang bersemedi
Lalu kelam menelan beberapa botol racun, hingga tersisa mulut busuk
Lalu kita kembali tertegun, menatap angin yang bingung
Yang tersesat diantara tali-tali jemuran
Kau datang dalam bayang-bayang senja,
Jadi hujan yang terus aku puja
Kelak, saat rindu mulai merambat cepat dari nadi
Ku terawang awan, mungkin hujan sedang bersembunyi

Malam jatuh ditelapak kaki perempuan malam
Jadi jejak tertinggal diantara rumput basah,
Entah, mungkin kenanganmu tertinggal di satu embun
Di satu titik pagi, saat camar dan pipit bertengger disatu telinga alam

Malam terus melarut dalam gelap, kelam
Kantuk menyambar dari balik bulan kusam
Mungkin, kau datang dari balik gelap dan tersenyum
Di satu lelap tak sadarku, disatu terang yang suram

Tak perlu kujabarkan lagi rindu tentang hujan padamu
Kau datang setelah hujan reda jadi langit putih
Kau berdiam di satu samudera yang tak bisa kujamah
Disatu panas dan dingin alam, kau kelak akan jadi perempuan hujan lagi
Enam tetes darah mengalir pelan dari nadiku
Berenang dengan bebas dan menghirup udara

Tetes pertama tanpa warna, tanpa rasa, bening
Mengalir kearah telingaku dan menatap bulan

Tetes kedua mengecil tersenyum manja pada nadi
yang telah ia tinggalkan dan mengembara bebas, lalu terjatuh diatas abu jalan

Tetes berikutnya begitu merah, seperti darah naga terbang
Ia bersembunyi dalam kata, dan  hilang di tepi danau

Lalu tetes selanjutnya jadi gelap, lalu berubah jadi api terbang
Aku tak begitu lihai menatapnya, dia hilang begitu saja

Tetes selanjutnya menetes dikegelapan, saat para nokturnal mulai terbangun
Aku tak tahu pasti, dia hilang atau kembali ke dalam mataku

Tetes terakhir serupa racun, meng-ungu, menetes diatas telapak tanganku
Tapi segera aku jilat agar kembali kehatiku.

Urat dinadiku lalu sembuh, menyatu tanpa bekas luka
I should try to call you once
When I still had time in my life
Seeing you gone like wind
Like a breeze in my body's parts

You have been good to me
I give you love and you give me smile
Like when we back in time
A memory in January

When it comes to my mind
When you hug me behind my ride
I give you my love
You give me goodbyes

I will be back to January
When time of us is a victory
But in time, it just a memory
A memory of January

"A sad song and goodbye were played and then we both fall in tears"
Ada kata yang tak sempat hujan katakan pada awan
hingga saatnya rintik bebas melanglang buana di udara
menerawang jelas jejak jejak hujan yang tertinggal

Hujan datang tibatiba, mengetuk dari balik jendela kamar
sambil berbisik dan menatapku
ada riang yang akan kujelang saat matahari telah angkuh




Kulihat kau termenung diantara awan,
menunggu senja berlabuh di mata samudera
kelak kau akan jadi gelap
sembunyi dariku, dari terang-ku

Lalu, kau berlari bersama udara
menyatu bersama rintik, agar samar dari mataku
Tapi tetap, udara masih terlalu bebas untukmu

Kau lalu meresap kedalam bumi
bersembunyi dibalik abu, kaupun jadi samar

Kau sisakan warna, kini aku menatap pelangi

Ada senyum yang diam diam mengintai
Bersembunyi di balik mata penuh luka
Perempuan dengan jubah duduk tanpa rona
Ada senyum yang mengikutinya, lalu diam tanpa gerak
Aku ragu dan kaku di kursi anyam tanpa sandaran
Menghayalkan perempuan yang sedak terdiam didepanku

Pernah suatu ketika aku mati, terkapar diantara tangis hujan
Ribu pengunjung menatapku tawa, lalu perlahan pergi tanpa kenang
Lalu kau datang dengan tangis, derainya jatuh di mataku
Airmatamu mencumbu mata air yang tersimpan dimataku agar bisa menatapmu
Kau kecup matiku lalu melumat ragaku, kau perlahan lunglai dalam dekap
Tiga malam aku terkapar menemani tangismu, lalu bangkit memelukmu
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhENiIZEgj3L4V6cYf7xl1vTsF5SFyVI6XiO3VQR0LFu3qn1W3via8ZckRgUqWQmpVB9-nUjE274iUrOap7u88cwJkTky8fTyJK20qSyp1go5EuNXGgxYgXapE8F5hCZt_CF1LQkTsMjvwf/s1600/storm1.jpg 

Lalu angin
datang menebas jadi luka
lalu terkelupas

Lalu datang angin
mengiris jadi luka
terkapar

Lalu angin
meluka jadi gores
roboh

Lalu kau
lewat menebas luka
hampir mati

Lalu kau datang
senyum dan luka
hampir mati

Lalu kau datang
luka menganga
lalu roboh

Lalu kau pergi
lalu luka
lalu bersimbah darah

Lalu kau hilang
lalu tangis, lalu luka
roboh dari sadar, mati


Coba kau tatap aku sekarang
Hampir saja mataku kembali gerimis
Ada kosong yang kau beri dulu
Merayap kembali ke otakku yang hampir lupa

Hari ini aku mengunjungimu, setelah sekian lama
setelah hitungan tahun hampir sempurna
setelah bulan hampir pada ujung
Hari ini aku mengetuk rumahmu, lalu menghiasnya

Kutemui kau tanpa rona, diam tanpa membalas
Ada kenangan yang menyata saat ini di hatiku
lalu senyum, lalu tawa, lalu sedih, lalu tangis
hampir saja aku membasahi atap rumahmu

mungkin kau senyum, mungkin sedih, mungkin malu
tapi aku tahu, kau tak mungkin nyata disisiku

*untuk ibu, dan adik-adikku (fitri, Faizah, Fawziah)
selamat hari lebaran
http://fc07.deviantart.net/fs18/f/2007/197/a/e/menunggu_ombak_by_pistonbroke.jpg
kau merintih-rintih dalam kalimat di kepalaku,
mencoba mengalir jadi kata-kata tak jelas
tanganku gemetar dengan bayangan yang serupa lepas pantai
lalu aku coba merangkaimu bersama ombak,

entah, tiba-tiba aku mati rasa pada waktu
mencoba mengulas senyum yang kau persembahkan dalam gelap
mengurai dirimu yang menyatu dalam rintik-rintik dingin
masih saja tersesat dalam genangan hujan, tersesat dalam dirimu
http://pramoeditya.files.wordpress.com/2009/02/hujan21.jpg

rapuh...
lelah...
hampir punah..
susah...

campur aduk...
galau...

entah apalagi yg ingin aku tulis

tahukah kamu....
setiap puisi yang kutulis
berakhir kecewa dan patah hati
walau berawal bahagia

tahukah kamu..
itu semua sebelum kamu masuk di hidupku
http://erza.blogdetik.com/files/2009/11/when-rain-remains1.jpg

Aku ingin tak lelap dalam dekapan malam yang dingin ini
tak ingin tertidur dalam buaian alam yang tak nyata
walau gelap menyapu seluruh jagat raya
aku tetap ingin tersadar dan tak lupa akan memori malam ini

dia yang tak bisa kusebut namanya tiba-tiba melayang-layang
menggerayangi setiap inci tubuh kurusku yang sedap di pandang
berhenti disalah satu titik yang sangat sensitif dari semua manusia
ya....dia berhenti tepat disitu.....
tepat dan pas

Dia yang susah aku hilangkan dari alam khayal dan nyataku
kemudian merasuk kedalam mulutku, lewati kerongkonganku
dan naik keatas,, kedalam otakku. dan menambah deratan memori tenangnya
entah mengapa ia tak mau pindah..

Kepada yang menulis takdir hidupku
jangan biarkan waktu yang berputar menghapus kenangannya
kenangan tentang bayang-bayang senja yang hadir dalam malam

Kepada Dia.....
yang tak bisa kusebut namanya oleh bibirku yan perlahan mulau kelu
dengarkan apa yg akan di ucapkan semua makhluk yang berpapasan denganmu
mereka semua bilang kalau aku...
menunggu kapan engkau tahu...
Aku...rindu..pada kenangan lalu
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBGbRr8Rnrg9cqVeM1Y6V4IF-t-v5l3rvABEoOSJLPAaO67VIIauoO2KfTZ5IwlpCjpl7uC7QwWzYoqa16EkJJTAUy4KCpJDS-ru6Om_y2dVPrmGhD6mjcjhxIn4z0rOUEHsUyQyD_uYY/s400/rain_11.jpg

Seminggu sudah aku merenung sendiri dalam kamar biruku
tujuh hari yang membuatku terus menanti kapan purnama akan datang
purnama yang akan membawamu kembali dari perantauanmu yang jauh

Seperti enam hari yang lalu, ya, masih seperti itu
aku terus menunggu...dan terus hingga cambangku mulai memutih
dan jenggotku serupa kambing
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi15cmDjak_0MR3lb1xGj7tpwLXgr5GCsUGEMj7o2onQ5sUylcDpIwNScxXiU3oyke0SngYNtyHGrUxxPfzB_R9GQDAPt5p6tObB8RZb_zYpRY8FpM6zFFsLxyckNpcfXcuHuHcNSGhIms/s1600/rain_splash_1.jpg
apakah aku siap bila dia yang tak bisa aku sebut namanya kan pergi
walau hanya sekejap

Mungkin aku tak mengerti mengapa kepergiannya terus bergelayut dalam otak kiriku
tapi yang jelas aku pasti akan terus merindukannya, walau tuk sementara

Esok hari, saat matahari bersinar menyambut bangunku
aku berharap sebelumnya ia ada dalam mimpiku yang sementara
aku ingin, setelah ia pergi, ia terus ada dalam mimpiku

Saat terakhir aku menatap matanya, saat terakhir ia melambaikan tangannya
saat terakhir dia mengecup tanganku dan saat terakhir aku mencium keningnya
saat terakhir itu membuatku terus terbayang,
saat-saat terakhir yang berjalan begitu lamban hingga aku lihat dengan jelas titik-titik hujan yang jatuh

Buat dia yang tak bisa aku sebut namanya
http://retnodamayanthi.files.wordpress.com/2008/12/11.jpg

















Pada sebuah malam yang kalut dan tak berangin,
setelah senja larut ditelan gelapnya alam
kursi yang aku tempati duduk seolah ingin berteriak tuk pindah
dari bokongku yang tak empuk ini

Pada sebuah malam yang tak mampu aku kendalikan
aku bertanya pada udara yang tak kunjung bertiup melawan sepi
apakah aku terlalu dina tuk menikmati cahaya mentari
ataukah terlalu lemah tuk menerima beban yang ingin diberikan padaku

Pada sebuah malam yang semakin merajalela dalam duniaku
Aku mulai duduk tak berdaya dan bersimpuh menghadap dinding kelam
berduka tapi tak meratap melihat yang telah terjadi pada apa yang aku harapkan menjadi mimpiku
aku .........sekarang rapuh
 http://farm3.static.flickr.com/2545/4017609802_3fdf9db3e9_o.jpg
It's a great day to be alive
sun shining, make it bright
lets laugh, much love to make
there's maybe no tomorrow, today is light

You're flower beneath rainbow
too beautiful, yet take a bow
your hair flow, touching low
stay for awhile, don't ever ask how

Let's ride the bike like before
ride around the lake, as before

We're young and warm
staying's not what we want
moving forward to see the sun
let's married, and have son
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSkk8-xZc2Pmd7GsqZYAvHLqDHvHky5CxqUHxSjzXVZt7wbml_fmvrpD9VtgCmLQhag_Y7pEdoIQ5DDNT0crYewIDpWn9c_YNJ1zSbe8mvP86eQYEgd8O9P9Bcek_RNzqn_nlZEFO2jjo/s1600/rain4.jpg

Datang dengan rintik
Hilang bersama alir

Datang diantara panas
Berlalu entah jadi apa

Datang dalam kepak sayap layu
Tenggelam di tepi danau biru

Datang bersama kerlip
Akankah hilang dalam gelap?
Midnight dreams reach me
Using sky then hypnotize me to sleep
I lie down, forcefully close my eyes
There you again, smile in agony

I' m awake from this nightmare
Open my eyes with bright hope
Awake from bed, sit next to somebody
There you again, smile in agony
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidThAEi7Bce9CJfL2N6_zWjOgT-keie8GRWEO3HK6J3OnV_h0Zz7UQFLeLOEu8RNUoUyN4ydpEP-NVV0X9FMFw3aKoQvYkw4lx8WjtnKhXaap0yddwkOunpXZQasmw8Osnsk_uG_ZvvUH7/s1600/hujan+darah+di+india.jpg

Aku hidup dari tiga titik darah
Beri aku bunga melati, kau akan kutikam mati
Jangan lihat aku dari belakang
Kaupun akan terbakar aura benciku

***

Aku mati dari tiga tetes darah
Simpan rangkaian bunga melati, kau akan hidup dalam hati
Coba lihat aku dari sisi yang jarang kau pandang
kau akan mengenang, romansa masa lalu

http://picfor.bildero.net/001991C/unknown-woman--black-and-white--sexy--rain--girl--beauty--%D0%B4%D0%B5%D0%B2%D1%83%D1%88%D0%BA%D0%B0--b%26w--%D1%87/%D0%B1--photo--b/w--black%26white--women--test--black-and-white-photography--zbyszek--Sexy-women--black-%26-white--girls--Womem--Suzies--beautiful-women--%D0%94%D0%B5%D0%B2%D1%83%D1%88%D0%BA%D0%B0-1--weather--various--RAIN-III--PAUL-MCQUEEN-ALBUM_large.jpg 

She is beauty on her own
The way she touch her lips
The way she move her hips
Always make me want to get down

If, you describe beauty, it is her
Sometimes i'm afraid to ruin her goodness
By touching her, even caress her hair
But sorry, I can't care less

There she is now, smile in her kindness
To be hers or to be mine
Seduce her, but don't make a mess
Because these days, she's in my mind

I, man under time
Should look her with my own rhyme
Since she is a dime
I should go to her, and make a good aim

I touch and start to kiss
A song played when our lips met
I know, someday, this moment I'll miss
Before I sleep, before I go to bed

You don't know what you have done to me
In a very unusual way, I fall in love in you
You don't know what is it like to be me looking at you
Yet, I still want to play this part as me

How can I forget the beauty of you?
Once you touch my soul with your kiss
In a very unusual time, I fall in love
In a very unusual place, I fall in you
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigMMoPCA-vLxonUlFoqsSD66GeZDktWguY9Q15SucFkuzuX7CNrNdi3UUz8uBbJuAo7VE-lF5LzHopeU0Xv0A0vCRMDxyTrY3n5HpLtsV7m7x3xqXjBAMfClkvawubjYEWp47Bawh0IbQ/s400/nature2.jpg 


Berhenti menumpahkan bualanmu tentang sempurnanya cinta
Kotoranpun bisa kau deskripsikan dengan indah dengan mulut kecilmu
Sudah muak dengan janji yang tak pernah menjamah
Bosan dengan mimpi yang terus menerus tak menyata

Sudahlah, kita diam saja pada kelakuan binatang-binantang jalanan
Kalau perlu, ludahi muka mereka lalu melolong sekeras-kerasnya
Luka masih menganga lebar, tak perlu sedih, karena aku hanya jejak
Luka ini aku ludahi dengan senyum lebar dan tetes air mata

Malam ini aku terisak, esok akan terpingkal-pingkal pada kebodohan
Racuni cinta dengan bumbu nafsu yang katanya kau benci
Sudahlah, usaikan saja janji tentang kita, lalu robek mimpi tentang pelangi
Karena hujanpun menangis malam kemarin, karena lukapun memerah malam kemarin

Usaikan canda tentang malam, siang sudah lelah menunggu senja yang tak pernah tepat janji
Kau dan hujan yang rintih-rintih, sudah merenta di otak kiriku, membusuk dinadi

"Tapi tetap saja, sajak ini tentang dirimu"
http://30.media.tumblr.com/tumblr_lk3b7uS1RY1qag873o1_500.jpg


 Kilau cahaya perlahan meredup di balik tembok putih
Setitik cahaya kerlip perlahan merayap
Dari sudut kota kelam dan cahaya temaram

Perempuan dengan cahayanya sendiri
Mengoyak malam suram dari para penguasa yang lelap
Berjalan di atas trotoar berdebu, kau tak hanya diam

Gerimis mulai mencumbumu di pipi
Kau tatap langit, kau nikmati rayuan hujan dalam gelap
Meninggalkan seutas senyum pada dingin malam

Kau, perempuan dengan ribuan kunang-kunang api
Tertidur di atas jalan lalu ikut lelap
Saat kau terbangun, kota ini sudah tak seperti makam
Tangisan yang pernah kita tebar di atas kasur itu biarlah menjadi kenangan kita berdua,
Biarkan ia menjadi air mata yang berubah mata air bagi jiwa kita yang pernah rapuh satu sama lain,
Bagi cinta yang pernah dan akan kita usahakan untuk tidak terpisahkan.

Tawa yang kita tebar saat ini adalah kenangan yang mengikutkan rasa,
dan akan tetap kuusahakan agar senyuman manis-kecilmu itu tetap ada dihatimu,
aku mencintaimu sayang

I love you more than ever, i never felt this feeling inside me, and it keeps growing and glowing,

***

Mungkin saja kau akan menganggap bahwa semua ini basi atau bualan semata.
Tapi, kau tak pernah tau, dan takkan pernah membayangkan seberapa besar rasaku padamu.

Sungguh,ini bukan mauku.
Ku tau kau marah, sangat marah.
Namun, apa lagi yang dapat diperbuat oleh perempuan ceroboh dan bodoh seperti aku ini?
Aku pun tak akan lagi memaksamu untuk mengerti posisiku sekarang ini.

Semoga saja kau mengingat kalimat bodohku yang terakhir tadi,
karena semua itu akan kulakukan, karena aku, memang bodoh.

I Love You, that's all.

Sebuah pesan yang sempat dan masih tersimpan. di desember hari ke duapuluhtujuh, duaribusepuluh

Bila nanti kau akan mati,
Tengoklah sejenak jejak lama yang kelam,
Diam perlahan ribut dalam kelabu
Mati sudah bukan lagi hal bersyarat

Dengan dusta aku berjalan lelah
Pada genangan yang sudah lalu
Tentang raja yang mempersembahkan Taj
Pada istri yang dirasanya mulia
Meninggalkan dunia dengan ribuan kenangan

Jalan perlahan mengabur di mata tua
Indahnya melayang dari satu titik jingga
Kalau saja kau perempuan dengan sejuta cinta
Aku hanya akan memelukmu, mesra

"Surga mungkin tak seindah yang kukira bila itu tanpamu"
"Ini rindu dengan tiga mata pisau tajam, kau jamah, kau luka, kau diam, kau mati"

"...Dari sudut gelapku, kupersembahkan anagram tak sempurna..."

Tertancap jarum tepat pada jantung
Meregang antara jalan yang tak ku tahu
Aku kaku terkapar menatap angkasa
Entah esok, entah lusa, darahku sudah tak basah

Nenek tua dengan senyum sepat lewat tak menatap
Menjejalkan matanya, haru tanpa tetes
Layaknya pejuang tak bernama pada batu kubur
Entah esok, entah kapan, aku akan matI

http://aldinobahtiar.files.wordpress.com/2010/01/muslimat-air-mata1.jpg

Kenangan merajam
Semakin tajam
Melukai kejam

Malam tiba-tiba mendingin
Matahari hilang, sembunyi di nadir
Mata tiba-tiba dingin
Mengasinkan lidah, diam dibibir

Mata perlahan terkatup
Meredam, lalu mengecil
Secepat terbelalak, tak tertutup
Ada rindu mengetuk dengan jari mungil

Ingat asmara yang kita ringkas?
Secepat kilat meranggas?
Bukan nafsu yang mengganas
Bumi saja yang tak pernah puas!

Ingat aku yang hampir gila?
Kini membuas, kau sebabnya
Demi bersamamu, rela meneteskas dosa!
Tapi bagaimana?

“oh iya, janji yang pernah kita ukir saat kau tersedu, pasti kau lupa menaruhnya dimana”


kau diam, menatapku dengan senyum tak pasti
daun hanya berani berlalu, tak satupun singgah mengganggumu

"bila rindu tak bisa menggapai, entah apalagi yang aku kerahkan"
"sudah, cukup rindu saja, itu sudah menjerakanku, namun tak meruntuhkanku"


sejenak ribut berlalu, tak bertahan lama, senyummu terlalu ribut diotakku
bayangan pohon dengan rela menaungi, tak banyak bicara

"bisakah kau beralih pada cinta? benci sudah terlalu lama berdiam disini"
"tak ada pilihan lain? aku ingin rindu ini tak bertuan, dan kecupanmu hanya membekas"


aku lagilagi terdiam, angin meniup aroma, mengantarnya pada rongga nafasku
aku berdiri, mengajakmu berlalu, tak bisa bertahan lama pada diam

"mari, danau sudah bosan mendengar diammu dan diamku"
"tunggu, aku ingin menjabarkan pisah ini, agar luka tak dalam"
"tidak, aku sudah puas menikmati hadirmu kini, jangan siram aku dengan alasan"
"tapi..."
"mari diam dan tersenyum mengenang suka, tak perlu duka kau tabur"


aku berlalu, sinis pada rumput hijau dan danau,
senyum getir kupersembahkan di perjamuan terakhir.


Dua luka tertuang di atas kertas agar terdengar malam
Meninggalkan luka dari gesekan toreh

Pernahkah kau menoleh sejenak ke jendela
Hujan menangis meratapi mayatmu penuh abu, guntur berderai 

Kau kini hanya abu, perlahan tak berbekas

Ribut ini terlalu ramai, aku ingin sunyi yang sejenak
Meresapi ingatan yang aku lupa
bayang menyelinap menghilang dalam benak
fitrikah rinduku bila aromamu perlahan mulai lenyap dari indra?

Antara cinta pada biru atau dusta pada rintik hujan
Aku memilih merah, aku merindu pada dingin malam

aku rindu bulan indah pada maret yang sempurna

kau menangis terbujur setengah kaku, membisikkan mati ditelingaku


tentang aku dan kamu, serta tentang bayi kita yang belum berumur 2 tahun sayangku, masih ingatkah kau surat yang sudah kau buang dari ingatanmu? masih ada disini, kusimpan baik-baik di hatiku,

maaf bila aku pernah mengataimu bodoh, bahkan egois, dan aku sadar, aku yang egois, aku yang bodoh, dengan sengaja membiarkan anak kita yang masih kecil tak berdaya meninggalkan kita




aku luka, dari ribuan duri yang aku tusukkan ke jantungku

aku memaksamu mengatakan tak suka padaku agar hidupmu dan hidupku menjadi baik-baik saja, kita jalani hidup dengan sendiri-sendiri saja

kau diam, kau marah, sambil menulis pada secarik kertas diantara ribuan pengunjung ruang perpuskaan yang sesak, kau tujukan padaku yang pura-pura tidur.




akan kau temukan hal-hal baru dengan segala keegoisanmu yang liar

aku kaku menatapmu diam, menangis dalam pelukanku diantara ribuan sepi, "tubuhku bukan lagi milikku sayang" katamu

kau pergi, entah marah entah menyesal, aku hanya menatap punggungmu yang diam sambil menghilang dibalik tembok


and it's bye-bye, goodbye, I tried



Sudah gelap, aku tahu, tapi saat mataku mulai terpejam, bayanganmu dengan sigap menyelinap dan singgah di ingatanku, bersemayam, bahkan saat mataku terbuka, dia dengan liarnya lewat begitu saja, saat aku mendengarkan lagu, saat menonton film, bahkan saat aku tak menyadari diriku, bahkan saat aku tak menyadari dirimu.


Jam dinding biru itu sudah berdentang empat kali, aku tahu, saatnya ayam tetangga bersahut-ribut, segelas kopi memandangku dengan liar, "tinggal setengah" katanya, lagu satu album ini sudah enam kali terputar otomatis, otakku mulai melemah dengan sejuta kunang kesana-kemari, "aku rindu kamu" kata hati.


Dua temanku sudah tidur sedari tadi, saat waktu menunjukkan angka tertingginya.


Ini aku dengan drama hidup yang tak pernah aku rancang, ini aku dengan kepenatan masalah yang sempat mati, ini aku dan malaikat berjubah hitam dan schyte-nya yang sudah tersenyum dari kemarin, menunggu aku bertemu orang-orang terkasihku sebelum berangkat, "sabar saja, mereka akan datang sebentar lagi" katanya, sambil meringis bengis.


Gelap perlahan mati, bersama robohnya tubuhku, terjatuh dari kursi yang menyangga tubuhku yang sebenarnya sudah tak bernyawa sedari kemarin walau tetap hidup hingga gelap sudah tak bernyawa lagi, waktu mulai mati, bersama teriakan hewan pada bulan, tinggal menghitung gerak jarum jam yang tinggal duapuluh derajat sebelum aku betul-betul berwujud kenangan.


Aku mulai menutup mata, mencoba untuk mati, melipat jari, lalu menoreh tangan dengan bekas pecahan kaca dari gelas kopi, "Maaf, kau terlalu sakit untuk kujadikan HIDUP" tercetak jelas dari bekas tanganku. Aku mulai tersenyum, mencoba untuk melemah, menahan nafas, lalu meluruskan badanku agar terlihat suci bagimu, "Maaf, bila aku jawab angkuh dalam MATI" kataku.


Kau datang dari jauh, berbaju merah, dengan kembang merah, "aku tak ingin menangis, kau akan tersiksa bila air mata sampai mengalir di senyummu" katamu, hanya bisa memandangmu dari jauh saat mencium keningku. Kau berbalik arah, tersenyum, menitikkan air mata, "Kenanganmu, telah bersanding rindu di hatiku, mungkin besok aku akan menyusulmu" aku diam, mendekatimu, mencium keningmu, lalu tersenyum.



Clearing the cloud hanging on your head
While starring at the dark sky for a moment 


"It will rain"
"Lets go to our home" 


Running through while keep holding to each other
I can see your smile from behind 


"Trap this moment in time, let it froze"
"No, many joy ahead to reach, this just one of many" 


You hide from rain in oak tree, then look at me in the eye
You tame the storm, after you kiss me


"today is a present, let me be yours forever"
"I can't promise your tears didn't fall, but i will prove that i love you"
http://sitaulon.files.wordpress.com/2010/02/rain_dance_03_by_fbuk.jpg 



Membelah gelap yang dikirimkan kerajaan langit di terik ini
Mencari sisa-sisa kita semalam, tersapu hujan
Mengalir menuju jalan yang tak pernah aku lalui
Menyatu, hilang dalam lubang bumi

Sempat aku bertanya pada dinding yang diam itu tentang kita
Hanya diam yang aku terima, hanya sunyi
Hujan perlahan diam, menjadi rintik yang terarah jelas
Titik hujan perlahan hilang dari pandangan, meresap ke dalam tanah, ada rindu yang ia bawa, rindu pada harumnya aroma rambutmu

Lihat rintik hujan yang membekas, ada bau yang membangkitkan kenangan tentang pelangi
Rindu pada hujan yang tiap hari menyambut bangunku, namun hanya bisa mendekam dalam sepi dan terdiam menatapnya bercucuran air mata

Mencari jati diri di antara sela-sela titik hujan,
berharap kenangan tentang pagi dan siang padam seiring matinya matahari,
sejenak usap peluh dan menari bersama gelap,
kapankah akan kau terima tanganku yang mengajakmu menari sedari tadi?

Mendekam di sudut biru
Kaku pada anyam yang tak bersuara
Dingin perlahan mengetuk dan berteriak
Dingin yang ada tertawa merasukiku

Sejenak menatap sisa hujan yang melekat pada cermin pecah
Melihat nanar yang tersembunyi dari raut wajah pengembara
Teringat cerita kuno yang tak lagi kudengar
Tentang peri tidur dan pangeran yang sebenarnya tak pernah bertemu

Melukis nama pada kaca berembun
Mungkin nanti pesannya akan sampai pada lahat yang merekah
Aku tidur malam ini dengan dingin dan hujan
Sambil menutup diri dengan jaket yang sudah lusuh

Aku tertidur malam ini dengan dingin dan hujan
Dengan jaket lusuh dari cerita kuno yang mulai samar-samar
http://images2.layoutsparks.com/1/78802/only-rain-love-glass.jpg

Crazy is love
Like dove
Still here here with hope
I can't cope

Play around my head
Down to my neck
Stay in my heart
Make me lack

 The blood full of your name
With you, I'm not lame
To myself I'm shame
Me and you are not same

To you I crush
Meet you is blush
Love in a rush
To my heart, hush...
http://dragonflypoet.files.wordpress.com/2009/11/rain-through-a-windshield.jpg?w=500&h=332

Hujan masih berbekas di ujung ilalang
Tetesnya jatuh tepat di atas kepala belalang tua
Menggenang di antara aliran yang tersendat
Menyatu dengan keruh, menghilang

Gadis kecil berkerudung merah mengernyitkan dahinya
Lalu tersenyum melihat capung yang tersesat
Sudikah bekas hujan menunjukkan jalan yang benar
Sedang angin masih saja meniupkan kegelisahan padanya?
http://www.digital-photography-tips.net/images/african-rain-clouds-21448065.jpg

who thought the rain will pass
leave the orchard walls dry
leave the grass unsatisfied
will the cloud pouring tears next year?

yet to come is summer
invite the dragonfly to flutter, the red one
meet the butterfly in a rose petal
they kiss, hiding before the sun
http://giewahyudi.files.wordpress.com/2011/01/hujan.jpg

Tiga musim berlalu tanpa henti melewatiku begitu saja
Sedang jalan yang ku lalui meninggalkan tapak darahku
Tiga tetes hujan menyentuh permukaan bibirmu yang lama tak ku sentuh
Menelusurimu dari sisi yang belum ku jamah

Malam ini panas menyapaku, bergandeng dirimu dalam bentuk bayang
Bisakah kau sejenak duduk diam dan menatapku dari terang
Mungkin kau bisa mengerti gelap yang menjabat tubuhku sedari tadi

Mendengar kabar dari seorang sahabat tentang kau
Bahwa gelapmu sudah hilang, gelapmu kau jadikan indah

Coba merintih, apakah kau dengar suara kegelapan dalam celothenku?



Jagat raya mempermainkanku beberapa hari ini,
Mengirimkan tiga wujud serupa dirimu, tiga nama serupa milikmu
Menemukan wanita serupa dirimu, melihat perempuan serupa wajahmu,
Jagat raya memberiku tanda

Tiga tetes rindu hujan aku titipkan pada matahari,
berharap ia kelak menjadi awan dan beranak pinak,
esok akan kutemukan kembali hujan kemarin,
agar bianglala bersemayam di sudut cakrawala nanti, saat matahari mulai tertidur

Kau liar, aku gila,
mari kita bercinta di bawah pohon tempat kita dulu memadu kasih,
biarkan hujan mengganti peluh kita,
mari kita lupakan tragedi aku dan kau serta mereka yang membenci anak kita

Menunggu pagi,
dengan tatapan sayu dan mata yang sudah tak terkendali,
aku menatap buas pada berkas cahaya hangat yang perlahan menidurkanku di pangkuannya.

Menunggu pagi,
dengan sejuta guguran daun hijau dan senyum sang mentari,
aku ingin terlelap setelah pagi sudah lelah menciumku

Ayah, sesusah inikah saat kau mendekati ibu

Guntur menyambar
Mulut sumbar

Menatap langit, Hambar
Luka, semakin nanar

Aku adalah Luka
Seperti khitan tak sempurna

Kuratap penjuru angin sambil tertawa
Air tertelan dari rawa-rawa

Aku adalah mati
Seperti jangkrik tak berbunyi

Kutampar cermin yang berbohong
Jari-jari menekuk, darah mengalir sombong

Aku adalah seni
Jamah aku dengan seni

Karena aku ingin mati
tusuk segera bilah belati

Hujan menampar jasadku di keranda
Hujan menatap jasadku di keranda



Aku adalah nisan kelak

Korek gas itu menggelepar saja di atas meja
Tak tersentuh, rindu di jamah
Buku kujadikan alas tidurku malam ini
Letih menjambak-jambakku tak henti sedari tadi

Hujan membasahi kotaku malam tadi
Dingin tak jua meninggalkan kamar tua,
Tapi aku rindu badai
Aku ingin kuyup, ingin terjamah

Lagu tidur menderu-deru di telingaku
Aku rindu Badai,
Suara Mesjid di Seberangpun sudah mulai terdengar jelas
Aku tetap saja rindu pada Badai

Malam sudah lama menyapa
Sedang mimpi masih saja enggan datang
Kutatap baik-baik jemari tanganku yang kedinginan
Berbisik tak jelas, aku rindu badai menjamah

Katakan pada ayahku yang sudah lelap
Bisikkan pada ibuku yang sudah tiada
Saudaraku tak perlu mendengar
Aku rindu badai, sangat rindu

Badai, aku ingin menyapamu segera, karena Hujan sudah meninggalkan sendiri tanpa kasihan.
Aku akan menunggu pertemuan kita, menunggu untuk menciummu Badai


Selamat Ulang Tahun anakku,
Hari ini, ingin kurayakan tangisan pertamamu
Kau lahir di ruang biru yang sangat aku kenal,
Diantara orang-orang yang tertidur pulas,

Kuberi kau nama Jika,
Agar kelak kau jadi pemimpi
Karena dunia tempatku lahir telah mati
Karena mimpi perlahan tiada

Selamat Ulang Tahun, Jika
Hari ini, tangisan pertamamu dua tahun lalu,
Teriakan yang menidurkan para sastrawan,
Isakan yang membuaiku, yang menenangkanku

Selamat Ulang Tahun, Jika
Aku ingin merayakan kelahiranmu 2 tahun lalu
Agar kau bisa tenang dan tersenyum
Di Peristirahatan Terakhirmu.


Sungguh aku sangat ingin menghidupkanmu kembali, Jika, Anakku, tapi ibumu takut melihatmu lagi....

Jangan panggil aku dengan namaku, panggil aku, sastra
Karena kadang aku ingin membuat diriku sendir
Karena aku adalah sastra,
Toreh nadi kiriku,
Kau akan lihat darah kahlil gibran,
Sedang yang kanan,
Akan mengalir darah laila majnun.
Tatap kehidupanku baik-baik,
Karena shakespeare pun akan menangis melihatnya..
Karena dirimu adalah sastra,
Tawamu adalah pagi dan tangismu adalah malam,
Yang menggenggam matahari dan bintang sebgai kekuatan.
Hidupmu tidaklah baik-baik saja
Sebab hujan telah membantumu melahirkan goresan kata.
Karena aku adalah sastra,
Sedang bayangku adalah hujan,
Dan hidup ini akan kulalui,
Walau nanti aku jadi gila.
Karena dirimu adalah sastra,
Katamu kan bermetamorfosa menjadi nada,
Mengalunkan tentang keindahan juga ketakutan.
Mereka mungkin akan menyebutmu gila,
Namun kegilaan seorang sastra adalah sebuah nyanyian.
Karena aku adalah sastra,
Dari metamorfosa yang tak sempurna,
Ketakutan dan kegilaannya menyempurnakanku,
Dengar baik-baik,
Apakah nyanyian itu membuatmu tertidur,
Ataukah ia adalah tangisan anak bayi?
Karena dirimu adalah sastra,
Ketakutan dan kegilaan hanyalah potongan dari puzzle kesempurnaan,
Masih ada sunyi dan rasa dingin yang akan melengkapinya
Siapakah dirimu?
Nyanyian seperti ini tak akan mampu membuatku terlelap,
Sebab ia bukanlah suara ibuku dan bukan pula tangis anak bayi,
Namun nyanyian ini telah melemparku jauh kesudut ruang tanya
Apakah aku juga akan menjadi gila?
Karena aku adalah sastra,
Dan kegilaan adalah kesempurnaan bagiku.
Ya,
Karena drimu adalah sastra...

Lelaki tua itu hanya ingin membuatnya tersenyum,
Dan ingin menari bersamamu diatas aspal panas itu,
Merasakan keringat yang jatuh meluncur dengan bebas di bawah leher kekasihnya

Lelaki tua itu tersenyum melihat sepatunya yang berserakan dibawah kasur,
Memalingkan wajah, seorang perempuan tua tertidur lelap.
Berbaring dan memeluk sang perempuan dari belakang dan membelainya,
Berbisik. "aku masih mencintaimu sama seperti saat aku pertama kali mengenalmu dulu”

Anak kecil berlari kecil dan menatap langit yang ia tak tahu apa sebenarnya langit,
dia tersenyum dan bertanya pada ayahnya,
"Ayah, kenapa langit cerah saat ini",
Karena sekarang disana ibumu tinggal dan dia ingin melihatmu dengan jelas saat ini

Bagaimana mungkin aku melupakanmu saat kau sudah bagian dari otakku,
Mana mungkin aku meninggalkanmu saat kau sudah menyatu dengan bayanganku,
Mana mungkin aku bisa membencimu saat kau sudah menjadi alasan kenapa jantungku berdetak?!

Wajahmu masih saja mendekam di otakku,
sedang suaramu belum juga berhenti terngiang tepat di gendang telingaku,
bahkan aroma tubuhmu terus tak mau hilang di hidungku,
walai mataku sudah tak bisa lagi menikmatim.

Bila nanti aku tak ada di dunia ini lagi, siapa nanti yang akan mengirimkanku karangan bunga?
Pagi ini aku ingin bercerita tentang sebuah bulan yang tiba-iba jatuh dari langit dan mengenaiku tepat diantara kedua pahaku,,kata orang,,aku beruntung bila aku kejatuhan bulan,,tapi kalau bulan it betul-betul menimpaku,,apakah aku haris bersyukur atau mengaduh kesakitan..
mungkin surat pertama yang akan kau tulis ini tak sesempurna tulisan para maestro cinta yang sudah menari diatas tubuh pecintanya,,berlenggak-lenggok mengikui irama musik arab padang pasir,,tapi yang ingin aku katakan pada setiap pecinta..bulan yang indahpun terkadang menyakitkan.. aku mulai menulis dan menghiasi lembar ini hanya unuk menyenangkan sesuatu yang tak bisa kusebut disini..
hanya itu
http://i870.photobucket.com/albums/ab269/thiyarenjana/Hujanku/rn21.gif
Menunggu hujan bersanding denganku lagi malam nanti,
entah esok atau lusa,
aku akan meminang hujan

Hujan datang menyapaku siang ini.
kami bercinta sampai puas,
hingga rembesan yang kau cium saat ini adalah sisa percintaan kami

hujan menyapaku sore ini,
menyamarkan halo menutup cahaya matahari.
Hujan menyapaku menyapaku sore ini,
menyamarkan gelap yang mendekat.

Hujan menyapaku sore ini,
menggerayangi tubuhku
Matahari jatuh dan malam menerkam,
hujan pun tak kunjung datang,
harus merindu pada senja ataukah pagi sudah siap menjamahku?

Kantuk datang dan hujan mulai menghilang,
tertelan malam dan tersendiri,
merindukan hujan,
merindukan rintik,
merindukan tetesnya,
haruskah aku bertanya tentang kepergiannya?
akankah hujan akan membangunkanku esok hari dan memperlihatkan pelangi?

Ingin pergi ke pangkuan hujan,
karena badai telah menyapaku dari kemarin,
dan petir sudah lelah menjilat tubuhku.

Hujan,
jangan perlihatkan pelangi,
tetaplah rintik

Hujan masih saja bersembunyi tak mendengar,
sengaja atau tidak,
dia tetap tak ada disini

Hujan itu bersembunyi,
tapi aku tahu dimana letak awan


Hujan mencium pipiku perlahan,
memaknai tetesan air yang mengecup bibirku,
terasa asin,
air mata ternyata sudah merajai lidahku dari semalam

Jari lentikmu menyapaku semalam,
bersama titik hujan bercampur tangis yang terusap.

Gitar itu kini meninggalkan noda air mata
Merindukanmu seperti merindukan masakan ibuku

Dan tentang kau yang masih tak aku tahu dimana,
ini mungkin sesalku yang pertama

Kini kau sudah bersatu dengan kenangan,
menjadikan jejak yang ingin kulangkahkan terantuk batu,
dan lukisan tentang kita kini perlahan berjarak di dinding rumahku

Kau terdampar di ruang kosong bersama kenangan tentang aku,
nanti bila ruang itu kembali kau penuhi dengan hiasan yang lain,
coba kau lihat,
masih adakah sisa coretan yang pernah kita lukis bersama

Ajari aku melukis bentuk hati yang baru,
karena setiap kanvas yang aku lihat,
selalu saja bentuk hati lama yang terbayang
Aku ingin bercerita tentangmu
Mencetak ribuan tulisan tentangmu
Menulis jutaan puisi dan lagu tentangmu
------------------------------------------------

Pada perempuan yang rindu akan tak-hadirku di sampingnya
Pada wanita yang menderaikan airmatanya kala aku bersalah
Pada dara yang menunggu dan memimpikanku disudut kamarnya
Hanya ingin mengucapkan salam tidur untuk lelapmu
------------------------------------------------------------------------------
Jangan lihat aku dengan bibirku
Ia tak pandai meyulam sutera yang sering kau puja
Lidahku telah terlatih untuk duduk diam dan tersenyum
Tatap aku pada laku
Seperti kau menatap Chaplin yang bisu
Dan ribuan bahasa telah aku pelajari dengan tubuhku
I sit to window seeing fox rain
Wonder maybe it would be you in there

Change clear sky with cloudy
I give the bead you give me and cover your pain for awhile
While I'm here wanted to lift your lip's tip up

Back to moment i kissed you,
It flashed through the vein in my head,
Yet, i still feel the flesh of your lips in my brain

Back to the moment you gave me "love" smile
I saw and just pretended it just another "ordinary" smile
But your eyes confirmed it, i smile again, in my imagination

Followers

Total Pageviews